Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Masjid Madinah pada jaman awal Islam senantiasa 
ramai dan penuh sesak dikunjungi oleh kaum Muslimin (sahabat-sahabat Nabi Saw). 
Terutama sekali sesudah shalat malam, dimana Nabi Muhammad Saw biasa memberikan 
berbagai macam pelajaran tentang ibadah, tentang politik, tentang ekonomi dan 
tentang hal-hal lainnya yang berguna bagi kemaslahatan manusia (baca: umatnya). 
Tapi tatkala duduk didalam masjid itu, tidaklah 
kelihatan perbedaan antara Nabi dan para sahabatnya. Ia duduk seperti orang lain 
duduk, ia berpakaian sebagaimana sahabat-sahabatnya berpakaian, tempat duduk 
beliau tidak ditinggikan dan permadani yang menjadi alas duduknya tidak 
diistimewakan. Siapa saja berhak dan boleh duduk didekatnya. 
Ketika ia 
berbicara, maka kelihatanlah wajahnya yang senantiasa 
berseri-seri, suaranya tidak keras dan tidak terlalu pelan, tetapi 
lemah 
lembut, sedap didengar dan mudah dipahami. Ia 
berbicara bukan saja melalui mulutnya, tetapi juga dengan sepenuh hatinya, 
sehingga setiap 
kata yang diucapkan beliau, bukan 
saja kuping yang mendengar tetapi juga meresap jauh kerelung hati. Maka pada 
waktu itu pula ia menjawab 
bermacam-macam 
pertanyaan yang diajukan umatnya.
Dan pernah ketika 
itu mesjid Madinah telah ramai lebih dahulu, sementara Nabi belum datang. Maka 
sewaktu ia muncul dipintu masjid, 
berdirilah para 
sahabatnya untuk menghormati kedatangannya dan ingin 
mengiringinya. Tetapi dilarangnya mereka berdiri dan Rasulullah 
berkata:
'Jangan kamu berdiri, aku bukanlah seorang 
raja, aku juga makan dan minum seperti kalian, aku hanyalah hamba Allah !' 
Maka hadir 
kemasjid waktu itu, bukan saja menjadi kesukaan kaum muslimin dengan tujuan 
untuk mengerjakan ibadah shalat kepada Allah, akan tetapi juga kerinduan mereka 
ingin melihat wajah Nabinya yang selalu diliputi senyuman, memancarkan kasih 
sayang yang dalam dan kebaktian kepada Tuhan.
Jika ada diantara 
umatnya itu yang ingin membesarkan dirinya dan 
memuji-mujinya secara berlebihan, maka disebutkannyalah bahwa 
sahabat-sahabatnya juga lebih pantas menerima sanjungan 
itu. 
Disebutnya kesetiaan Abu Bakar, diterangkannya 
keberanian Umar Bin 
Khatab, dilukiskannya 
kelembutan hati dan kefasihan lidah Usman Bin Affan membaca Qur'an, kecerdasan 
dan kepintaran Ali Bin Abu Thalib, kedermawanan Siti Khadijah, ketabahan Bilal 
Bin Rabbah, ketaatan Abdullah Bin Mas'ud, keteguhan hati Ammar Bin Yasir dan 
sebagainya.
Jika ada pula umatnya yang memuji-muji 
keberanian beliau, maka dialihkannya perhatian umatnya itu kepada keberanian 
Hamzah Bin Abdul Muthalib, Khalid Bin Walid dan pahlawan-pahlawan Islam lainnya. 
Kemudian bila ada 
orang yang berani melebihkan kedudukannya melebihi para Nabi dan Rasul 
terdahulu, maka Nabi Muhammad Saw lantas menegaskan : bahwa semua Nabi dan Rasul 
Tuhan itu adalah sama saja dihadapan Allah, lalu diceritakannya keteguhan hati 
Nabi Isa, ketekunan Nabi Yahya, Keimanan Nabi Zakaria, keteguhan Nabi Yusuf, 
kebesaran Nabi Sulaiman, ketabahan Nabi Ayub dan lain-lainnya.
"Sesungguhnya Kami 
telah mamberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada 
Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) 
kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun 
dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (QS. 4:163)
"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para 
Rasul-Nya dan tidak 
membedakan seorangpun di antara 
mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah 
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 4:152)
"Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami 
beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang 
diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa yang 
telah diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi 
dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami 
hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. 2:136) 
Maka dari cerita-cerita yang disampaikan itu 
jelaslah bahwa ia sangat 
memuliakan semua Nabi dan 
Rasul, dan dirinya sendiri dinamakannya hanya sebagai penerus dari tugas para 
Rasul terdahulu.
"Muhammad itu 
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia 
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala 
sesuatu." (QS. 33:40)
"Muhammad itu 
tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu 
sebelumnya beberapa orang rasul." (QS. 3:144)
Beliau besar 
tetapi tidak mau membesarkan diri. Ia agung tetapi tetap 
rendah hati. DAn pada waktu ada umatnya yang ingin mencium 
tangannya, maka ia sendiri menarik tangannya penuh kelembutan.
Ditanyakannya 
perihal keadaan sahabatnya dan diberikannya pertolongan kepada mereka, dan 
kadang-kadang karena memberikan pertolongan kepada orang lain, beliau sendiri 
lupa akan dirinya. Digembirakan hati umatnya kepada kebajikan, dilarangnya siapa 
saja berbuat kejahatan dan kalau ada orang membuat kebohongan, maka wajahnya 
akan memerah tanda ia tidak suka.
pada suatu hari, ada seorang tua yang suka 
membersihkan masjid, tidak kelihatan hadir didalam masjid, Nabi lantas bertanya 
kepada 
sahabat-sahabatnya : kemana orang tua itu, 
apakah ia sakit atau berhalangan. Seorang dari sahabatnya menerangkan bahwa : 
orang tua tersebut tidak ada lagi, telah meninggal dunia serta telah dikebumikan 
pula dengan baik.
Mendengar 
keterangan itu, Nabi Muhammad Saw kelihatan kaget sekali dan ia menanyakan : 
kenapa hal itu tidak diberitahukan kepadanya. Orang banyak menjawab bahwa : 
Rasulullah sudah terlalu sibuk dan kematian seorang tua biasa rasanya tidak 
perlu diketahuinya. 
Jawaban itu amat tidak memuaskan bagi Nabi, kelihatan wajahnya 
berubah karena kesal dan karena sedih, dan ia menyatakan akan segera berziarah 
kekubur orang tua itu.
"Kuburnya jauh 
sekali, ya Rasulullah !" Ujar seorang sahabat. 
Dan 
Nabi tetap akan menziarahinya. Diperingatkannya kepada para sahabatnya, bahwa 
semua manusia itu adalah sama kedudukannya, dan siapa yang bertakwa itulah yang 
lebih pantas mendapat kemuliaan dihadapan Allah.
"Dan apa yang kamu 
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan 
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai 
orang-orang yang berakal." (QS. 2:197)
"Sesungguhnya 
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling 
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." 
(QS. 49:13)
Dan keesokan 
harinya, ia pergi berziarah, jauh diluar kota, padahal panas sangat teriknya. 
Sekembali dari ziarah itu, kelihatanlah bajunya yang basah oleh keringat dan 
berdebu, namun wajahnya tetap berseri-seri, mencerminkan kepuasan batinnya akan 
apa yang telah beliau lakukan.
Sungguh amat besar 
perhatiannya kepada semua orang, dan lebih-lebih kepada orang-orang yang 
hidupnya selalu diliputi kemiskinan. Pada suatu hari raya, ia sangat bergembira, 
namun ketika dipinggir jalan dilihatnya seorang anak piatu menangis berhiba 
hati, maka wajah beliaupun ikut bermuram durja. 
Diangkatnya wajah anak itu dengan 
tangannya, dibujuknya hatinya yang sedih dan ditawarkannya : Apakah anak itu 
senang menjadikan dirinya sebagai ayahnya dan Aisyah sebagai ibunya?. Kemudian 
dibawanya anak itu kerumahnya dan barulah wajah beliau cerah kembali setelah 
anak tersebut ikut bergembira menikmati hari raya yang mulia.
Kalau ada temannya 
yang sakit, maka ia segera berkunjung dan tidak 
ditunggunya sampai temannya itu mengalami sakit yang parah. 
Berkata Abu Hurairah : 
'Aku telah dikunjungi oleh Rasulullah, padahal aku cuma sakit mata sedikit 
saja.'
Kadang-kadang 
berkelakarlah ia dengan para sahabatnya itu, berkelakar 
secara sopan, tetapi sangat menggembirakan hati.
Sekali dilihatnya 
seorang sahabat memakan korma, padahal sahabat itu sedang sakit sebelah matanya. 
Maka dengan nada kaget Nabi bertanya : 'Hai, bagaimana caranya memakan korma itu 
padahal matamu sakit sebelah?'
Sahabat itu 
rupanya mengerti akan kelakar Nabi, lalu ia menjawab sambil tersenyum : 'Korma 
ini kumakan dengan mataku yang sebelah lagi, ya Rasulullah !' Mendengar itu 
Rasulullah tersenyum.
Pada suatu hari 
yang lain, beliau melihat salah seorang sahabatnya naik kuda, lalu dengan 
bernada heran, Nabi bertanya : 'Hai, kenapa anda menaiki anak kuda itu ?' 
'Ini bukan anak kuda, ya Rasulullah ! Ini adalah induk 
kuda !' jawab orang tersebut sambil melompat turun dari kudanya. 
Nabi menjelaskan : 'Tiap induk kuda adalah anak 
kuda juga !', maka 
laki-laki itu tersenyum dan 
Rasulullah ikut tersenyum pula.
Dihari lain pula, 
seorang tua menanyakan kepadanya : 'Apakah ia bisa masuk sorga dengan segala 
ibadah yang dikerjakannya ?' Nabi rupanya ingin berkelakar, lalu beliau menjawab 
: 'Didalam sorga tidak ada orang tua !'
Mendengar jawaban 
pendek dari Nabi itu, maka orang tua tadi hampir saja menangis dan 
menghempas-hempaskan kakinya. Tetapi Nabi cepat melanjutkan : 'Dalam sorga 
memang tidak ada orang tua, sebab semua orang akan menjadi muda kembali di 
sorga.'
Orang tua itupun 
tertawa terbahak-bahak mendengar kelakar Nabi dan Nabi-pun tersenyum bahagia.
Maka siapakah 
gerangan yang tidak akan senang dengan Nabi sebaik itu, siapakah orangnya yang 
akan merasa kerasan tinggal dirumahnya sendiri pada waktu shalat dan malam hari, 
dimana dimesjid, Nabi sedang memberikan bermacam-macam tuntunan hidup.
Ia sangat hormat 
kepada orang-orang yang lebih tua dan sangat pandai 
bergaul dengan teman-teman sebayanya, beliau juga sangat kasih 
kepada anak-anak serta sangat hormat kepada wanita.
"Sepuluh tahun aku 
tinggal dirumahnya dan membantu urusan rumah tangganya" kata Anas Bin Malik, 
"Namun tidak pernah kudengar ia mengomel. Tak pernah ia mengucapkan : 'Ini 
kenapa begini ? atau Itu kenapa begitu ?"
Kata Aisyah, 
Istrinya : "Ia tidak pernah memukul anak-anak, ia tidak 
pernah juga memukul pembantunya dan iapun tidak pernah memukul 
wanita !"
Bila ada 
orang-orang yang berhajat menemuinya, maka ialah yang lebih dulu menganggukkan 
kepala atau mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Tidak ditariknya tangannya 
dari berjabat tangan sebelum orang lain menarik duluan, dan jika ada diantara 
para sahabat yang berjabat tangan dengan ujung jarinya saja, maka ditariknya 
tangan sahabat itu, dan ia berkata sambil senyum : 'Jangan terlalu pelit.'
Dihormatinya semua 
orang, bahkan orang-orang yang sangat membencinyapun dihormatinya juga. Dikota 
Madinah, tidak ada orang sejahat Abdullah Bin Ubay, kepala kaum munafik yang 
selalu menyebarkan fitnah dan kekacauan. 
Tetapi sewaktu Abdullah Bin Ubay wafat 
dan anaknya sendiri datang menemui Nabi dan memberitakan kematiannya, maka 
kelihatan benar rasa haru pada wajah yang mulia itu.
"Ayahku berwasiat 
supaya baju anda dapat dipakai untuk menyelimuti 
jenasahnya !" Kata anak Abdullah Bin Ubay secara tidak sopan. Tetapi 
Nabi tidak marah, Nabi lantas menyalin bajunya dan memberikan bajunya waktu itu 
juga.
Sekali waktu ketika Nabi Muhammad Saw sedang 
duduk-duduk bersama para sahabatnya, lewatlah sebuah rombongan mengusung 
jenasah, lalu Nabi berdiri : menghormati jenasah itu. 
Setelah lewat rombongan itu, maka para sahabat 
memberitahukan bahwa jenasah itu adalah jenasah orang Yahudi. Tetapi Nabi 
menjawab : "Aku tahu itu adalah jenasah Yahudi, tetapi bila manusia sudah wafat, 
maka keadaannya sama saja." 
Aisyah berkata : 
"Tidak ada seorangpun daripada Rasulullah Saw !" 
Jair Bin Abdullah : "Kapan saja aku menemui Rasulullah, selalu 
kulihat 
beliau tersenyum."
Pernah Rasulullah memangku seorang anak bayi 
keluarga miskin, dan ibu dari anak tersebut terkejut ketika bayinya kencing 
diatas pangkuan Nabi. Tetapi Nabi hanya tersenyum dan ibu sianak disuruhnya 
bersenang hati. 
Sebagai seorang 
suami, Nabi Muhammad Saw terkenal sebagai suami yang tidak pernah menurunkan 
tangan kasar maupun kata-kata keras kepada istri-istrinya. Suatu malam, 
terlambatlah beliau pulang dari masjid kerumahnya dan setelah pintu diketuknya 
berulang-ulang, Siti Aisyah tidak juga terbangun dan membuka pintu. 
Maka tidurlah ia diberanda 
rumahnya sampai pagi, dijadikannya serbannya sebagai alas tidur dan dijadikannya 
lengannya sebagai bantal.
Ketika subuh, Siti 
Aisyah kaget melihatnya dan ia bertanya kenapa 
Rasulullah tidak membangunkannya. Nabi menerangkan bahwa ia telah 
mengetuk pintu berulang-ulang, tetapi rupanya Aisyah tidur nyeyak sekali.
"Kenapa tidak 
engkau ketuk pintu sedikit keras, biar saya terbangun wahai Rasulullah ?" Tanya 
Aisyah.
Nabi menjawab 
dengan tersenyum : "Sedangkan Tuhan yang amat berkuasa atas segala hamba-Nya 
lagi tidak mengizinkan engkau terbangun, maka saya yang hanyalah seorang hamba 
Allah terlebih lagi tidak memiliki hak untuk membangunkanmu, hai Umairah."
Siti Aisyah kemudian meminta maaf kepada Nabi, 
tetapi Rasulullah tidak merasa bahwa istrinya itu bersalah, semuanya telah 
diatur oleh Allah. 
Kadang-kadang 
beliau pulang kerumahnya, dan tidak ada makanan yang tersedia. "Belum ada 
makanan yang saya masak ya Rasulullah, yang ada hanya makanan yang masih 
mentah." Kata Aisyah.
Maka Nabipun 
tersenyum lalu ia pergi kedapur dan memasaknya sendiri dan setelah siap, 
makanlah mereka semuanya bersama-sama.
Nasihat serta 
saran yang diterimanya dari siapapun akan beliau terima jika memang hal itu 
bagus. Hal ini terlihat ketika peristiwa perang khandak, beliau menerima masukan 
dari sahabatnya, Salman Al-Parisy untuk membuat parit pertahanan sekitar kota 
Madinah.
Setelah mengadakan pertimbangan dan musyawarah 
bersama para sahabat yang lain, akhirnya usulan dari Salman Al-Parisi tersebut 
diterima. Maka bekerjalah mereka semua, termasuk Nabi sendiri untuk menggali 
parit pertahanan (khandak). 
Ketika kota Mekkah 
berhasil ditundukkannya dan para sahabatnya memasuki kota Mekkah, maka Nabi 
memperlahankan jalan ontanya. Orang lain bersorak sorai karena kegembiraan, 
tetapi beliau sendiri menundukkan kepalanya kebumi dan matanya kelihatan basah 
menahan tangis. Menangis ia karena bersyukur dan pada waktu kemenangan tersebut, 
beliau berdoa memohon ampun kepada Allah.
Ia nyaris tidak 
pernah berbuat kesalahan hatinya pun suci dan hidupnya penuh pula diliputi 
kesucian. Namun meski demikian, ia selalu berdoa agar dosa-dosanya dan dosa-dosa 
umatnya diampuni oleh Allah, dan ia selalu membaca istighfar siang dan malam.
Menurut sebuah riwayat, ia membaca istighfar 
setiap hari tidak kurang dari 70 kali, adapula yang meriwayatkannya 200 kali. 
Dan shalat malam (Tahajud) dikerjakannya setiap 
malam. Meskipun tidak jarang pada waktu itu keadaan tubuhnya begitu lelah dan 
penat, namun tiadalah Nabi merasa sungkan untuk beribadah kepada Allah. 
Bilal Bin Rabah 
telah menyaksikan betapa Rasulullah itu tetap juga 
mengerjakan shalat malam tatkala dalam perjalanan. Bertanya Bilal : 
"Engkau shalat lagi ya Rasulullah ! Bukankah dosamu tidak ada dan engkau telah 
dijamin Allah masuk sorga ?"
Nabi menjawab : "Tidakkah engkau bergembira ya 
Bilal, bila aku beribadah kepada Tuhanku ?" 
Namun sungguh bagi pemikiran yang 
sederhana,..akan sulitlah mengerti. Dan ketidakmengertian ini tidak bisa 
dipaksakan mengerti hanya oleh sebuah dekrit "ini perintah Allah" lalu titik. 
Bukankah kita dituntut mengajarkan dengan cara 
hikmah ? 
Cobalah berpikir, tidak usahlah orang Islam 
sendiri yang mengakui kerasulan Muhammad, orang lain yang begitu mengerti sosok 
pribadi Muhammad pasti akan bisa mencintai dan mempercayai beliau. Jika anda tak 
mampu memahami hingga begitu dalam, lihatlah sosok-sosok pribadi para manusia 
yang mencintai beliau, hingga sekarang. 
Seseorang yang berpribadi baik, sungguh tak 
masuk akal jika dia mengikuti sosok pribadi yang tidak jauh lebih baik dari 
dirinya. 
Kemudian jika sebaliknya, seseorang yang ingin 
berkarakter sempurna 
sebagaimana Nabi 
mencontohkannya, tentulah mustahil dicapai tanpa dia mencintai Nabi dan setia 
kepada beliau.
Kalau setia dan cinta saja tidak,.....lalu 
bagaimana mencapainya ? 
Ingatlah suatu 
riwayat seorang pemuda yang berkeinginan untuk bertobat dari maksiat akan tetapi 
sangat berat meninggalkannya, dari Nabi hanya mintai janji," ..akan tetapi kamu 
tidak boleh bohong padaku !" Hanya tidak boleh bohong pada Nabi, dan pemuda ini 
begitu mematuhinya, dia bisa lepas dari kemaksiatan. Karena setiap dia 
melakukannya, merasa malu kepada beliau, dan jika dia melakukannya dan 
membohongi Nabi dia berarti melanggar janjinya.
Bagi sesama hamba Allah yang beriman, jika dia 
mencintai sesuatu, buah dari rasa cinta itu tumbuhlah ridho. Tentang ridho ini 
sungguh adalah hasil dari sebuah hubungan yang sangat spesial. Hingga suatu kali 
seorang hamba di akhirat kelak masih merasa berkekurangan dengan ditempatkannya 
di syurga, dipanggillah dia oleh Allah, dan dia ditanya mengapa demikian. 
" Karena yang aku mau sebenarnya adalah 
ridlo-Mu Ya Allah !" 
Manusiawi, kalau perlu saya katakan sangat 
alami, jika seseorang mencintai orang lain, pasti selalu berupaya untuk 
menyenangkan orang lain yang dicintainya itu. 
Apakah bisa seorang muslim mencintai dan 
meridhoi seseorang hingga dia bisa menahan doanya untuk orang yang dicintainya 
itu ? 
Sudahkah anda tahu sekarang bahwa mencintai 
Nabi adalah kesempurnaan anda dalam beriman ? Jika sudah, masihkah anda 'kelu' 
untuk menyampaikan salam kepada beliau ? 
Wassalam,
Armansyah
    Author:  - 5:56 PM

Tidak ada komentar